Sabtu, 10 Maret 2012

B I A D A P


BIADAP
Hei, petinggiku, junjunganku, wakil rakyatku di parlemen sana!
Orang tua teladan bagi anak.
Teladanmu di parlemen sana mengajarku kata ini ‘ biadap’
Untuk kukatakan padamu.
Akan kukatakan kau biadap!
Kau pikir, aku milihmu hanya untuk tidur-tidur dan absen
Di atas kursi beralaskan darah dan air mata rakyat jelata itu?
Di mana kau sulap dengan keangkuhan?
Biar kau tahu suaraku itu suara Tuhan.
Dan, kau pasti berkata;
Peduli amat….. Tuhan yang salah.
Tidak! Kau yang biadap.

Hei…..engkau yang duduk di sana,
Bertahta kursi kecongkakan, berdasi kemunafikan, berkemeja darah para miskin jelata,
Sudah berapakah korbanmu? Belum puaskah engkau?
Sudah banyakkah kekayaanmu? Belum penuhkah peti durhakamu?
Ya…. Bukankah itu yag kau kejar? Berbingkai kepentingan bangsa?
Malu… sungguh memalukan….
Dan, aku bertanya; Tahukah engkau siapa dirimu?
Kau bilang patriot bangsa.
Tidak! Kukatakan kau penjajah dibalik layar duka lara manusia Indonesia.
Kau tak ubahnya si komunis dan sikapitalis!
Durhaka,
Manusia  bebal, tak bermoral.
Salahkah aku mengatakan ini…..?
Tidak….!
Aku anak bangsa pecinta manusai-manusia yang dipermiskin oleh sempitnya politikmu.
Aku anak bangsa yang tahu hanya bertanya;
Siapa, dimana, apa, mengapa, dan untuk apa para wakil rakyatku?
Petinggiku yang mulia itu….. Junjunganku…. Dari suaraku itu?

Hei….. Si ngantuk, siabsen di parlemen sana,
Tahukah kau, ingatkah kau, masih terciumkah olehmu
Harumya darah para pahlawan
Masih terasakah olehmu manisnya darah muitara mereka?
Untuk apa? Ya…. Demi bangsa yang kau injak-injak ini.
Masih cintakah engku Merah-Putih
Atau jangan-jangan tak lebih sebatas kain pembalut nanahmu saja.
Ah, kau sungguh tega.
Hatimu sempit tak seluas kau bayangkan. Kasihan aku melihatmu.

Oh… maaf terlalukah lancangkah aku ini?
Tidak! Aku anak bangsa, normal jiwanya, tulus cintanya.
Seandainya….. percuma! Aku terlalu cinta bagi pahlawanku, Garudaku, merah-putihku, sesamaku.
Ya… aku anak bangsa
Hanya bisa memujimu,  mengutukmu jua.
Aku hanyalah setitik dari beribu kubik manusia-manusia yang bertanya,
Siapa, dimana, apa, mengapa, untuk apa para sesepuhku itu?
Para biadap, manusia-manusia kotor itu?

Oh, bangsaku Indonesiaku,
Sudahlah hapuslah laramu,
Sudahlah jangan tangisi para biadap itu.
Maukah engkau memaafkan mereka?
Sudahlah berdoa untuk mereka dan anak cucunya.
Berdirilah kokoh seperti sediakala, terbanglah sang Garuda gagah perkasa.
Aku anak bumi ada di sini untukmu…..
Berkata, berjuang, mengamati dan mengutuk mereka jua.

1 komentar:

  1. kebangkitan nasional dari semua keterpurukan, hanya bisa terjadi apabila kita, sebagai warga negara, sadar bahwa negara ini milik kita. Individu yang peka tidak akan membiarkan miliknya dirusak oleh siapaun.

    BalasHapus