Bapa-bapa Konsili |
AD
GENTES (Dekrit Tentang
Kegiatan
Misioner Gereja)
Bab I: Azas-azas Ajaran
Pada hakekatnya, Gereja peziarah bersifat misioner,
sebab berasal dari perutusan Putera dan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa.
Cinta kasih Allah-lah yang mendasari perutusan Putera dan Roh Kudus. Perutusan
ini bertujuan untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Allah memutuskan
memasuki historisitas manusia secara defenitif dengan mengutus Putera-Nya untuk
membangun perdamaian dan persekutuan dengan diri-Nya dan untuk menghimpun
masyarakat pendosa. Dalam historisitas-Nya, sang Putera telah merendahkan diri.
Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang telah hilang (Luk 19:10). Kristus
memenuhi misi perutusan-Nya dalam kata, perbuatan dan salib.
Apa yang telah dilaksanakan Kristus
harus diwartakan dan disebarluaskan sepanjang waktu. Karena itu, Ia mengutus
Roh Kudus dari Bapa yang mengerjakan karya keselamatan Allah dalam jiwa manusia
dan menggerakkan Gereja untuk memperluas diri. Peran Roh Kudus atas Gereja
dimulai sejak peristiwa pentakosta, dimana Gereja tampil secara resmi di
hadapan semua orang untuk menyebarluaskan Injil yang diperlambangkan dengan
persatuan bangsa-bangsa dalam sifat katolik iman, Gereja Perjanjian Baru, yang
bersabda dengan semua bahasa dalam semangat cinta kasih yang mampu merangkul
percerai-beraian Babel. Demikianlah Gereja memenuhi panggilan dasariahnya untuk
bermisi di tengah-tengah dunia. Gereja, dalam bimbingan Roh Kudus, melaksanakan
misi dalam kesatuan penuh cinta dengan Dewan Para Uskup yang diketuai Pengganti
Petrus dan dalam semangat kerasulan doa Gereja universal. Sebab misi berasal
dan dikehendaki oleh Allah demi keselamatan semua manusia. Di luar Allah tidak
ada keselamatan.
Bab II: Karya Misioner Sendiri
Upaya menghantar semua manusia pada keselamatan,
Gereja dihadapkan pada realitas plural dunia dengan kekhasanya masisng-masing. Di
sana Gereja harus membawa terang Kristus dengan membangun semangat dialog cinta
kasih Kristus. Cinta kasih kristiani ditunjukkan kepada semua orang tanpa
membeda-bedakan suku bangsa, keadaan sosial atau agama. Dengan demikian,
terbuka kemungkinan partisipasi aktif umat beriman kristiani untuk merasakan
situasi konkrit manusia dan mengusahakan terciptanya kondisi-kondisi yang menyangkut
martabat manusia. Karena itu, para pelaku kegiatan misi perlu menghimpun umat
Allah lewat kerasulan nyata ini; pertama,
pembinaan katekumenat dan inisiasi Kristen dalam upacara liturgis. Kedua, membangun jemaat-jemaat
sedemikian rupa agar mereka pantas menunaikan tugas-tugas imamat, rajawi dan
nabi dimana eksistensi mereka menandakan
kehadiran Allah di dunia. Ketiga, pengadaan
klerus setempat. Kuat dan kokohnya Gereja lokal sangat ditentukan oleh
tersedianya para pelayan rohani baik pada tingkat uskup maupun imam dan diakon
yang berasal dari anggota jemaat itu sendiri. Panggilan imamat harus digiatkan
dan mereka didik secara memadai dalam keutamaan serta kebijaksanaan kristiani
melalui studi ilmu-ilmu gerejawi. Keempat,
pendidikan para katekis sebagai rekan sekerja yang tangguh bagi para imam. Kelima, menggiatkan dan membina
kehidupan religius.
Bab III: Gereja-gereja Khusus
Gereja khusus wajib menghadirkan Gereja semesta
sesempurna mungkin lewat pewartaan
keluar. Supaya perutusan Gereja khusus itu terwujud diperlukan pelayan-pelayan
yang cakap yang bukan hanya para imam, melainkan juga kaum beriman awam. Uskup
bertanggung jawab memajukan peran kaum awam. Kaum beriman awam sepenuhnya
termasuk umat Allah. Dengan sifat
keduniaannya, kaum awam memberi kesaksian akan Kristus lewat kehidupan dan
kata-kata dalam keluarga, di kalangan sosial mereka dan di lingkungan profesi
mereka. Kedewasaan iman, kemadirian
serta peran aktif kaum awam menjadi tolok ukur keberhasilan misi.
Bab IV: Para Misionaris
Para misionaris di utus untuk mewartakan
rahasia-rahasia Injil Kristus yang dilayani dalam semangat salib tanpa harus
merasa malu. Sebagai pelayan Injil sejati, para misionaris hendaklah menghayati
perutusannya dalam kataatan sebagai keutamaan pelayan Kristus. Sebab Kristus
menyelamatkan manusia justru melalui ketaan-Nya pada Bapa. Demikian pun mereka
harus mampu ‘menjadikan diri segala-galanya bagi semua orang’ (1Kor 9:22).
Agar semangat ini benar-benar diamalkan mereka harus dipersiapkan secara
memadai dalam aspek rohani dan moral serta kecakapan ajaran kerasulan mereka
dibina. Pembinaan rohani berpusat pada pembentukkan sikap batin yang memampukan
mereka menghadapi prakarsa-prakarsa dalam keutamaan iman, harapan dan kasih.
Lewat pembinaan kerasulan, para misionaris dibekali agar mampu mewartakan
sabda-sabda iman dan ajaran yang sehat.
Bab V: Pengaturan Kegiatan Misioner
Supaya dalam
pelaksanaan karya misioner sandiri tujuan-tujuan serta hasil-hasil dapat
dicapai, hendaknya semua tenaga misioner “sehati dan sejiwa” (Kis 4:32). Umat
beriman kristiani, dengan karunia-karunia yang dimiliki wajib menyumbangkan
tenaga bagi Injil. Maka, mereka semua harus bersatu. Dewan para Uskup melalui
Sinode atau “Musyawarah tetap para Uskup untuk Gereja semesta”, secara istimewa
memperhatikan kegiatan missioner sebagai tugas Gereja yang paling agung dan
suci.
Untuk
semua (daerah) Misi dan untuk seluruh kegiatan misioner hanya boleh ada satu
Kongregasi yang berwewenang, yakni Kongregasi untuk “Penyebaran Iman”, yang
memimpin dan menyelaraskan di mana-mana baik karya misioner sendiri maupun
kerja sama misioner, sedangkan Gereja-Gereja Timur tetap menganut hukum mereka.
Kongregasi untuk “Penyebaran Iman” berkejawajiban untuk: 1). Mengembangkan
panggilan serta spiritualitas (corak hidup rohani) misioner, memajukan semangat
merasul dan doa untuk Misi, serta menerbitkan berita-berita yang asli dan
memadai; 2). Bersama Sekretariat untuk “Pengembangan Persatuan Umat Kristiani”
mencari jalan serta upaya-upaya untuk mengusahakan dan mengatur kerja sama
serta paguyuban persaudaraan dengan usaha-usaha misioner jemaat-jemaat
kristiani lainnya, supaya sedapat mungkin dihilangkan sandungan akibat
perpecahan.
Bab VI: Kerja
Sama
Seluruh Gereja bersifat
misioner, dan karya mewartakan Injil merupakan tugas Umat Allah yang mendasar.
Maka hendaknya semua putera Gereja mempunyai kesadaran yang hidup akan tanggung
jawab mereka terhadap dunia, memupuk semangat katolik sejati dalam diri mereka,
dan mencurahkan tenaga mereka demi karya mewartakan Injil. Pewartaan
pertama-tama dilakukan melalui; penghayatan hidup kristiani secara mendalam,
memperluas gelanggang cinta kasih samapai ke ujung bumi, perhatian bagi mereka
yang jauh dan berdoa. Demikianlah setiap anggota Gereja menyumbangkan tenaga
dan melaksanakan kegiatan di antara bangsa-bangsa melalui para puteranya yang
dipilih oleh Allah untuk tugas yang amat luhur itu. Melalui sumbangan-sumbagan
nyata ini dieksplisitkan hakekat Gereja yang missioner, yang ditanggunjawapi
oleh semua Umat Allah baik para uskup, imam, religius dan kaum awam.
Komentar
atas Ad Gentes
Para
Bapa Konsili melalui dektrit Ad Gentes meletakkan pemahaman mendasar tentang
tugas perutusan Gereja sebagai yang hakiki. Sekaligus juga menjadi daya dorong
bagi Gereja dalam kenyataan misionernya untuk mengaplikasikan perutusannya di
dunia guna menghadirkan wajah Allah. Tujuannya adalah agar terbentuklah
pertama, Gereja-gereja yang mandiri, kemudian membawa dunia dalam kenyataan
kasih ilahi.
Harus
diakui keterbatasan-keterbasan Gereja mengaktualisasikan roh ad gentes ini. Tugas Gereja belum
tuntas. Misi Gereja belum defenitif. Mengapa? Kenyataan bahwa masih banyak
bangsa yang belum tersentuh oleh warta Injil, pun banyak Gereja-gereja lokal
yang belum mandiri dan belum berakarnya jiwa Injili yang mampu membawa orang
pada keselamatan Allah dalam dan melalui Yesus Kristus sang jalan, kebenaran
dan hidup. Gereja harius terus berebenah diri seraya belajar dari Sang
Misionaris Sejati, Yesus Kristus, kepala Gereja.