Senin, 03 Desember 2012

Mohon Maaf Romo




MOHON MAAF ROMO


            Di komunitas kami ada kebiasaan baik yakni latihan berkhotbah bagi para frater tingkat III yang kerasulan di stasi-stasi. Biasanya latihan pada hari selasa pukul 18:30 yang didampingi oleh Romo Rektor. saya tidak pernah absen. Namun, ada saja waktu yang melukis kenangan pahit di atas kanvas peziarahan hidup ini.
            Hari itu adalah libur nasional bertepatan dengan hari selasa, maka saya pikir tidak ada latihan. Setelah lelah bekerja memperbaiki kamar romo yang akan segera pindah ke komunitas kami, saya istirahat dan menyetel alarm wekker pada angka 19:00. Setelah bangun dan memperoleh tenaga kembali, saya mandi dan menuju refter untuk makan malam. Saya sangat kaget ketika tidak seorang pun saudara setingkat saya ada di refter. Saya belum sadar, jadi saya bersikap seperti biasa. Dengan penuh percaya diri mataku memutar ke sana kemari memeriksa teman satu persatu. Ternyata saya sendirian. Jantungku mulai berdebar kencang karena beberapa mata tertuju padaku dengan pandangan heran. Dan, tiba-tiba seorang adek kelas berkomentar “Abang tidak ikut latihan khotbah?”. “ah, masa iya. Ini kan hari libur tidak ada latihan”. Lalu ia melanjutkan “tapi teman-teman abang latihan”. Mampus saya! Cetusku dalam hati. Saya berusaha mempertahkan sikap padahal saya malu bukan kepalang. Beberapa menit kemudian teman-temanku bermunculan. Seorang di antara mereka berkata; “Banyak salam dari Romo Rektor”, saya menerima sindiran halus yang mematikan.
            Usai makan malam, dengan perasaan agak takut bercampur malu saya menghadap Romo Rektor. “Selamat malam Romo”, “hemmm” kata yang membuat saya langsung gugup. Tanpa dipersilahkan masuk terrlebih dulu saya masuk ruang kerjanya dan dengan malu saya berkata; “Saya mohon maaf Romo, saya pikir tidak ada latihan karena libur”. “Kamu darimana?” Tanya Romo. “saya istirahat tadi Romo karena kecapean kerja” jawabku. “hmm, jangan ulangi lagi ya” dan sambil mohon maaf sekali lalgi saya mohon pamit. Wus… saya menarik nafas dalam-dalam. Ternyata kejujuran dan kerendahan hati serta keterbukaan mau mengakui kesalahan sendiri mampu meruntuhkan bukit-bukit ketakutan dan perasaan bersalah. Syaloom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar