MOHON MAAF ROMO
Di
komunitas kami ada kebiasaan baik yakni latihan berkhotbah bagi para frater
tingkat III yang kerasulan di stasi-stasi. Biasanya latihan pada hari selasa
pukul 18:30 yang didampingi oleh Romo Rektor. saya tidak pernah absen. Namun,
ada saja waktu yang melukis kenangan pahit di atas kanvas peziarahan
hidup ini.
Hari itu adalah libur nasional bertepatan dengan hari
selasa, maka saya pikir tidak ada latihan. Setelah lelah bekerja memperbaiki kamar romo yang akan segera pindah ke komunitas kami, saya
istirahat dan menyetel alarm wekker pada angka 19:00. Setelah bangun dan
memperoleh tenaga kembali, saya mandi dan menuju refter untuk makan malam. Saya
sangat kaget ketika tidak seorang pun saudara setingkat saya ada di refter. Saya belum sadar,
jadi saya bersikap seperti biasa. Dengan penuh percaya diri mataku memutar ke sana kemari
memeriksa teman satu persatu. Ternyata saya sendirian. Jantungku mulai berdebar kencang karena beberapa mata
tertuju padaku dengan pandangan heran. Dan, tiba-tiba seorang adek kelas
berkomentar “Abang tidak ikut latihan khotbah?”. “ah, masa iya. Ini kan hari
libur tidak ada latihan”. Lalu ia melanjutkan “tapi teman-teman abang latihan”.
Mampus saya! Cetusku dalam hati. Saya berusaha mempertahkan sikap padahal saya
malu bukan kepalang. Beberapa menit kemudian teman-temanku bermunculan. Seorang
di antara mereka berkata; “Banyak salam dari Romo Rektor”, saya
menerima sindiran halus yang mematikan.
Usai
makan malam, dengan perasaan agak takut bercampur malu saya menghadap Romo
Rektor. “Selamat malam Romo”, “hemmm” kata yang membuat saya langsung gugup.
Tanpa dipersilahkan masuk terrlebih dulu saya masuk ruang kerjanya dan dengan
malu saya berkata; “Saya mohon maaf Romo, saya pikir tidak ada latihan karena
libur”. “Kamu darimana?” Tanya Romo. “saya istirahat tadi Romo karena kecapean
kerja” jawabku. “hmm, jangan ulangi lagi ya” dan sambil mohon maaf sekali lalgi
saya mohon pamit. Wus… saya menarik nafas dalam-dalam. Ternyata kejujuran dan
kerendahan hati serta keterbukaan mau mengakui kesalahan sendiri mampu
meruntuhkan bukit-bukit ketakutan dan perasaan bersalah. Syaloom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar