Senin, 03 Desember 2012



DI BUMI SEPERTI DI DALAM SURGA
Fr. Alfonsius Laia

            Semua manusia mendambakan hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan damai dapat digambarkan seperti sekelompok orang yang bekerja sama membangun sebuah rumah. Tidak ada sebuah rumah dapat dibangun oleh seorang manusia saja. Rumah mesti dibangun secara bersama-sama. Maka, dalam proses pembangunan di antara para pekerja harus ada kerja sama yang solit yang menguntungkan semua pihak. Hal ini bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara mereka, baik perbedaan profesi maupun perbedaan spesifikasi. Ada yang ahli mengelola bahan material, ada yang keahliannya mencampur cat untuk menghasilkan perpaduan warna yang indah, dan ada juga keahliannya sebagai mandor yakni instruktur bangunan dengan tugas memberi aba-aba dan mengingatkan para pekerja lainnya akan tugas dan tanggung jawab mereka. Kerja sama di antara kelompok ini akan menghasilkan karya yang besar yakni sebuah rumah sebagai tempat untuk berlindung.
            Kerja sama merupakan syarat mutlak terciptanya suasana damai, rukun dan aman dalam hidup bersama, baik sebagai komunitas Gerejawi maupun sebagai bagian masyarakat pada umumnya. Hal ini merupakan suatu keharusan mengingat jati diri manusia sebagai makluk sosial. Setiap manusia memiliki ketergantungan sosial dimana keberadaan satu orang turut ditentukan oleh keberadaan orang lain.
            Rasul Paulus menyadari pentingnya membangun kerja sama tersebut di dalam komunitas. Dalam surat kepada Jemaat di Galatia ia mengingatkan: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2). Berdasarkan ajaran Paulus ini dapat dikatakan bahwa secara hakiki kerja sama merupakan suatu keutamaan Kristiani. Dan hal ini tampak dalam sejarah keselamatan umat Perjanjian Baru. Dalam kisah Para Rasul 2:41-47 misalnya digambarkan bagaimana semangat ini menghidupi cara hidup jemaat perdana. Berdasarkan iman dan pengharapan yang sama komunitas awal tersebut berupaya hidup dalam semangat kerja sama untuk menciptakan tatanan hidup bersama dimana Roh Kristus yang telah bangkit menghidupkan mereka. Maka, dalam persatuan itu tidak mungkin seseorang menganggap diri lebih tinggi dan lebih berharga. Semua anggota adalah sama. Sama di hadapan Allah (bdk. Kis 4:32-37). Kita pasti betanya: tidak adakah konflik akibat keanekaragaman kebutuhan, ide dan gagasan di antara para jemaat itu? Bagaimana itu diatasi?
            Berbicara tentang hidup berkomunitas tanpa menyebut konsekuensi-konsekuensi logis yang menyertainya tampaknya tidak sehat. Tidak ada komunitas hidup tanpa konflik. Di dalam komunitas jemaat perdana hal yang samapun terjadi. Dalam Kisah Para Rasul bab 15 misalnya dikisahkan bagaimana terjadi konflik di antara para rasul mengenai pengajaran tentang sunat atau tidak bersunat yang pada akhirnya melahirkan sidang di Yerusalem yang sering kita sebut sebagai Konsili pertama. Konflik yang terjadi di antara para rasul tentu berdampak juga pada komunitas beriman. Tetapi, kesadaran akan Kristus sebagai Tuhan dimana mereka memberi hidup untuk mewartakan Injil-Nya menyadarkan mereka untuk bersatu dan hidup dalam semangat cinta kasih. Yang terpenting dalam membangun kerja sama untuk mewujudkan hidup damai dan rukun adalah komunikasi.
            Perlu disadari bahwa membangun kerja sama di atas pluralitas bukanlah hal yang gampang. Tetapi tidak mungkin tidak tercapai. Di layar televisi dan media massa cetak hampir setiap saat menyungguhkan berita tentang kekerasan, penganiayaan akibat tiadanya kerja sama. Situasi Indonesia saat ini barangkali sangat tepat untuk menggambarkan hal ini. Penjajahan ideologi semakin marak terjadi, diskriminasi kepada kelompok minoritas oleh kelompok mayoritas semakin menjadi-jadi, kesenjangan sosial antara orang kaya dan orang miskin semakin menciutkan nyali sebagian aktivis untuk menyuarakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
            Realitas di atas merupakan bukti akan semakin absenya rasa damai dan kerukunan di dalam masyarakat. Di hadapan kegelisahan ini seorang beriman yang kokoh tidak boleh menciut nyalinya. Dia harus menyuarakan keadilan dengan merangkul semua orang walaupun terkadang ia bagaikan seorang yang berseru-seru di padang gurun belantara, dimana suaranya tidak terdengar oleh siapapun. Seorang kristiani bertugas untuk mengerjakan kebenaran dan keadilan yang menghasilkan damai dan sukacita bagi semua manusia. Sebab, dimana ada kedamaian, kgembiaraan dan sukacita di sanalah kita menemukan Kristus. Namun, hidup damai, kegembiraan dan sukacita dalam relaitas keanekaragaman hanya mungkin bila ada kerja sama yang secara menyeluruh.
            Agar kerja sama yang solit dapat tercapai secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan, perlu diperhatikan syarat-syarat berikut; Pertama, berani mengubah konsepsi pribadi tentang orang lain. keyakinan akan adanya nilai-nilai baik pada orang lain harus tumbuh dalam hati. Keberanian melihat nilai-nilai positif pada orang lain merupakan langkah awal tercapainya kerja sama yang sinergis. Kedua, siap untuk diubah. Tidak semua ide, gagasan dan cara berada kita dapat diterapkan kepada orang lain pada waktu dan tempat yang sama. Kesiapsediaan diubah dalam arti ini adalah kerendahan hati untuk mendengar orang lain demi terapainya tujuan bersama dimana setiap anggota komunitas merasa diuntungkan. Ketiga, mau dikoreksi. Keempat, percaya kepada orang lain. Ini merupakan unsur yang sangat penting dalam kerja sama dan karena itu merupakan landasan bagi terwujudnya kerukunan antara sesama manusia. Kelima, penghargaan yang tinggi terhadap nilai hidup manusia. syarat yang terakhir ini merupakan fundamen yang sangat penting bagi tercapainya kerukunan dan kedamaian. Banyak tindak kekerasan yang melanggar Hak Asasi Manusia terjadi saat manusia yang lain merasa lebih tinggi derajatnya dibanding dengan manusia lain. Benarkah demikian? Tidak! semua manusia secara hakiki adalah sama di hadapan Allah. Dan karena itu, juga sama di hadapan hukum. Tidak ada seorangpun yang dapat mengklaim bahwa dirinya lebih tinggi.  Perlu diperhatikan bahwa kesenjangan yang terjadi oleh karena konflik agama kerap disebabkan oleh paham yang salah tentang pengertian akan manusia dan nilai-nilainya. Akibatnya adalah klaim akan otoritas kebenaran ekslusif secara buta oleh agama tertentu. Padahal sebenarnya agama adalah bagian dari solidaritas Allah untuk menyelamatkan manusia. Karena itu, agama tidak boleh dijadikan alasan tindak kekerasan kepada sesama manusia apalagi mengatasnamakan Allah. Agama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Justru di sana dinyatakan kehendak Allah kepada manusia yakni untuk menciptakan damai, kegembiraan dan sukacita kepada sesama manusia. Maka, untuk menciptakan suasana damai di dalam masalah kompleks ini Hans Kung mengingatkan bahwa: “No peace among the nations without peace among religions. No peace among religions without dialque between religions. No dialogue between the religions without investigations the foundation the religions”. Dialog yang jujur dan ihklas adalah pintu gerbang bagi perdamaian.  Hidup manusia merupakan  harga mati, tidak bisa ditawar-tawar. Hanya Allah yang berhak atas hidup manusia. Tindakan-tindakan kekerasan apapun kepada manusia dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan. Syarat terakhir, keenam adalah evaluasi dan semangat mebarui komitmen. Pasti ada kegagalan dan keberhasilan dalam membangun kerja sama untuk mencapai suatu tatanan dunia yang harmonis, maka semua langkah yang telah diambil dan dilakukan perlu dievaluasi dengan tujuan memperoleh semangat baru, komitmen baru.
            Kerja sama sebagai unsur penting penciptaan hidup yang damai dan rukun merupakan tugas dan kewajiban semua manusia, secara khusus umat kristiani. Yesus mengajarkan agar kita saling mengasihi sebagaimana ia telah mengasihi kita (bdk…). Dengan berbuat demikian, kita telah menghadirkan suasana Kerajaan Allah di dunia. Bukankah damai, sukacita, kasih serta keadilan merupakan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dibawa oleh Yesus Tuhan kita? Santo Yohanes dari Salib berkata: “Dimana tidak ada kasih, kerjakanlah kasih, dan di sanalah engkau akan menuai kasih”. Hal yang sejajar dapat dikatakan; dimana rasa kerja sama antara sesama manusia absen, berupayalah untuk merangkul mereka menapaki lorong-lorong kehidupan dalam kebersamaan sebagai saudara dan saudari, maka di sana engkau akan menemukan damai dan kerukunan. Dan, dimana ada damai dan kerukunan di sana engkau menemukan wajah Allah.

Note: artikel ini telah dimuat dalam Majalah PETRA Seminari Tinggi St. Petrus Pematangsiantar
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar